Rabu, 14 September 2011

Tanpa Menunda


Bhiksu tua membawa muridnya turun dari gunung untuk menemui umat yang akan mendermakan makanan, setelah menerima makanan, dalam perjalanan pulang bertemu dengan seorang wanita tua miskin yang sedang sekarat karena kelaparan.
Bhiksu tua memerintahkan muridnya untuk memberikan sebagian makanan dan uang yang mereka terima untuk perempuan tua ini, pada mulanya muridnya merasa enggan,  bhiksu tua lalu menceramahi muridnya,”Hidup mati dan berbuat baik adalah niat pikiran yang timbul sejenak, makanan dan uang itu bagi kita adalah bahan untuk mengisi perut tetapi bagi wanita tua ini hal ini dapat menyelamatkan nyawanya.” 
Muridnya sambil berpikir antara mengerti dan bingung menjawab dengan hormat, “Nasehat guru akan saya ingat seumur hidup saya, dikemudian hari jika saya dapat membangun kuil ,dapat mengumpulkan uang dan makanan yang banyak saya pasti akan membantu fakir miskin.” Bhiksu tua setelah mendengar jawaban muridnya menghela nafas dan mengoyang-goyangkan kepalanya.  
Beberapa tahun kemudian sebelum bhiksu tua ini meninggal dunia dia menyerahkan sebuah kitab suci ke tangan muridnya, mulutnya berkomat-kamit ingin menyampaikan pesan, tetapi sebelum sempat terucap dia sudah menghembuskan nafas terakhir.
Murid ini  mewarisi kuil dan menjalankannya dengan sukses, dalam beberapa tahun kuil kecil dan tua ini telah dibangun menjadi sebuah kuil yang besar, murid ini selalu berpikir setelah  kuil selesai dibangun, sesuai dengan nasehat gurunya dia akan membantu para fakir miskin, tetapi setelah kuil selesai dibangun dia masih kurang puas terus mengekspansi, sehingga beberapa puluh tahun telah berlalu dan kuil ini menjadi sebuah kuil yang megah, karena selama puluhan tahun ini dia sibuk terus membangun kuil oleh sebab itu dia sama sekali tidak pernah membantu orang dan mengabaikan berbuat baik. Ketika ia akan menemukan ajalnya, tiba-tiba dia teringat kepada kitab suci yang diberikan gurunya, mengambil kitab suci itu dan membuka didalamnya tertulis seperti nasehat gurunya yang pada saat mudanya belum dipahami arti yang sebenarnya, “Membantu orang sekali, lebih bagus daripada membaca kitab suci selama 10 tahun.”
Sebenarnya membantu orang lain tidak usah menunggu sampai diri kita sendiri benar-benar kaya , setiap saat kita bisa membantu orang lain ,  membantu orang lain harus keluar dari hati nurani yang tulus, sedangkan pikiran yang timbul bahwa menunggu kita benar-benar mampu dan kaya baru membantu orang lain, itu hanya alasan untuk menutupi hati yang tidak tulus untuk membantu orang lain. (Erabaru/hui)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar